Kamis, 06 Maret 2008

Komparasi Motor dan Boncenger Agar Trio Lucu Tak Bingung

Trio lucu, si gendut, si kurus dan si sedang lagi berdiskusi sengit. Mereka ingin memilih motor yang mantap dipakai, bukan saja untuk sendiri tapi juga boncengan.

Ketiganya bingung abieees. Kalau pilih bebek, oke di sisi ini tapi kurang di sektor lain. Begitu pula memilih sport dan skubek. Ketimbang trio lucu ini bingung, disini coba paparkan posisi ketiga jenis motor skubek, bebek dan sport. Terutama ketika digunakan untuk berduaan alias boncengan.


POWER TO WEIGHT RATIO
Kendaraan ideal belum tentu cocok dan enak ditunggangi! Apalagi untuk memastikan pemilihan tenaga alias power serta konsumsi bahan bakar. Nah, biar enggak penasaran yuk dihitung lewat perbandingan tenaga dengan bobot kendaraan. Istilah kerennya sih, power to weight ratio (PTWR). Dari situ bisa dilacak konsumsi BBM.

Dari tiga macam pacuan tadi, nyok kita hitung semua. Ambil sampel dari tiap varian, dimulai dari sport. Misal tenaga motor sport di brosur penjualan tertulis rata-rata 19 dk/8.000 rpm. Sedang berat kosong (minus pelumas dan bensin) 125 kg.

Ketahuan bahwa 1 dk mampu menarik beban 6,57 kg. Angka ini didapat dari hasil pembagian bobot kosong dibagi tenaga motor itu sendiri. Intinya semakin kecil angka pembagian, tentu tenaga makin besar. Artinya juga, motor bisa lari lebih kencang.

Tentu akan beda dengan hasil yang diberikan tipe skubek atau bebek. Coba lihat PTWR milik skubek. Power skubek bermain di angka 9,5 dk/7.500 rpm dengan berat kosong 113 kg. Berarti PTWR yang dimilikinya adalah 1 daya kuda menarik beban 11,89 kg. Angka ini hampir setengah dari motor sport.

Gimana dengan motor bebek? Hitung lagi akh. Tenaga bebek bermain di kisaran 9,3 dk/ 7.500 rpm dengan bobot mati lebih rendah ketimbang skubek, yaitu 103 kg. So, hasil PTWR didapat 1 dk bebek menarik beban 11,07 kg. Hasilnya beda tipis dengan skubek tentunya.

Dari data PTWR konsumsi bensin pun bisa dilacak. Apalagi dipengaruhi sistem pemindah daya yang berlainan. Misalkan motor sport yang kebanyakan adopsi komponen pemindah daya sistem manual. Untuk menarik beban seberat 6,57 kg tunggangan ini tidak butuh putaran mesin tinggi. Maksudnya kalau torsi dan beban pengendara pas, begitu tuas kopling dibuka pun akselarasi cepat didapat.

Beda dengan bebek yang peranti pemindah dayanya didukung kopling manual juga kopling sentrifugal. Apalagi untuk mengaktifkan fungsi kopling sentrifugal agar bisa menarik beban seberat 11,07 kg. Motor bebek butuh putaran mesin sekitar 2.000 rpm agar sepatu kampas bisa berkembang dan memutar rumah kopling sentrifugal, kopling manual dan girboks.

Meski skubek memiliki keunggulan sistem pemindah daya secara otomatis, bukan berarti konsumsi bahan bakar lebih irit. Apalagi komponen pemindah daya di matik yang andalkan puli primer-sekunder, roller dan belt juga didukung kopling sentrifugal di puli sekunder. Tak ayal untuk menghantar beban seberat 11,89 kg, skubek butuh putaran mesin bisa lebih dari 2.000 rpm.

Rpm segitu belum termasuk tambahan beban pengendara jika berbobot di atas 60 kg. Sebab semakin berat beban, otomatis slip gesekan putaran puli dengan belt, gerak sentrifugal roller sampai kerja kopling sentrifugal pun akan lebih terasa.

Nah, bisa kebayangkan berapa rpm yang dibutuhkan juga bensin yang harus dibakar.

POSTUR

Dari tiga tipe motor berbeda ini masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Misal buat skubek. Kelebihannya selain memberikan kenyamanan lantaran tidak harus repot oper gigi dan injak rem. Artinya, kaki pengendara tak mudah lelah.

Tapi kelemahannya, ketika berjalan di jalan rusak ataupun melindas lubang. Karena diameter ban lebih kecil dari bebek dan sport, otomatis bantingan alias rebound lebih terasa. Perut macam dikocok seperti mie kocok.

Pun begitu, bagi pengendara skubek yang memiliki bobot teramat berat baiknya pikir ulang. Meski di jalur kemacetan tidak bikin capek dan lebih enak dipakai jarak pendek. Namun bila sering lewat jalur berlubang biasanya komponen gampang rusak dan boros bensin.

Meksi di bebek hampir mirip mengalami persoalan serupa dengan skubek, untungnya dipakai penunggang gendut dan berpostur tubuh tinggi tidak terlalu masalah. Apalagi bebek didukung sok dan ukuran ring roda mendekati ukuran ring ban motor sport.

Berbanding terbalik dengan sport yang lebih halus disoal handling lantaran punya suspensi lebih panjang. Juga ideal dipakai biker berbobot di atas 50 dengan tinggi minimal 170 cm. Namun persoalan buat penyuka motor sport kurang gesit dijalur macet lantaran ukuran panjang, tinggi, lebar, rake dan jarak tempat duduk lebih besar dari skubek dan bebek. Wajar kalau tinggi pengendara di bawah 160 cm agak kerepotan soal handling.

Oh ya! Boleh dibilang dengan postur ideal, hampir semua handling dari ketiga tipe motor ini tak jauh berbeda. Asal, buat yang tipe sport enggak mengadopsi gaya sporty banget. Sebab jika ya, tentu bakal sedikit bermasalah di kemacetan.

Dengan posisi kaki lebih menjorok ke belakang dan bahu lebih menekan setang, tentu butuh ‘tenaga ekstra’ ketimbang bawa bebek dan skubek. Persoalan ini, juga enggak dialami buat daerah macet aja. Tenaga ekstra juga bakal keluar, jika pacuan tipe ini dibawa turing keluar kota. Bahu jadi lebih gampang pegal ketimbang naik sport tipe turing.

PERUNTUKKAN
Untuk kota besar, sebenarnya pilihan sip dengan mengendarai skubek. Tipe ini benar-benar memanjakan pengendara single, baik bongsor, kurus maupun sedang. Namun agak repot jika mesti berboncengan. Apalagi jika boncenger berbobot boros. Skubek yang berkitir di rpm tinggi makin berat ‘nanjak’. Ini terkait dengan PTWR tadi.

Beda dengan bebek yang bisa diakali dengan penggunaan gigi rendah agar mendapat torsi. Motor ini ideal bagi pengguna sedang dengan boncengerkurus dan sedang. Posisi footstep cukup enak dibanding skubek.

Tipe kurus agak kurang disarankan mengendarai sport jika mengendarai sendiri. Apalagi, saat ini produk pabrikan khususnya yang sport telah memiliki power lumayan besar. Nah, tipe ini ideal untuk katagori sedang dengan boncengersedang. Bisa dengan mudah meliuk dan memotong lawan, lantaran tenaga masih dapat walau beban ditambah.

Em-Plus

Tidak ada komentar: